Dalam beberapa tahun terakhir, perbedaan awal dan akhir Ramadan di
Indonesia selalu sama. Hal ini membuat umat Islam di seluruh penjuru Indonesia
kompak menjalani ibadah dalam waktu yang berbarengan. Di samping mengurangi
perbedaan yang sangat banyak tentunya. Menjelang Ramadan biasanya yang sering
menjadi perbedaan ialah awal Ramadan. Pada tahun ini pemerintah menetapkan awal
Ramadan tanggal 03 April 2022, yaitu jatuh pada hari ahad. Sedangkan Muhammadiyah
telah menetapkan Ramadan jatuh pada hari sabtu tanggal 02 April 2022 jauh
sebelumnya.
Meskipun di tengah masyarakat kadang terjadi kebingungan, namun
situasi tersebut relatif dapat dikelola dengan baik. Apalagi di zaman digital
seperti dewasa ini, banyak komentar di kolom media sosial yang berusaha
memperkeruh keadaan. Padahal perbedaan awal dan akhir Ramadan dari dulu
merupakan fenomena biasa. Perbedaan tersebut timbul karena beda metode
penentuannya saja. Ada yang menggunakan rukyatul hilal (melihat hilal)
dan menggunakan metode hisab (perhitungan). Kebanyakan ulama sepakat
bahwa hasil daripada kedua metode itu ialah wilayah ijtihadiyah yang
sama-sama akan diberi pahala masing-masing — kalau berbicara pahala.
Kadang pula terlalu banyak yang membesar-besarkan akan hal itu.
Lebih menitikberatkan pada perbedaannya. Juga terlalu berlebihan dan
memposisikan masalah ini pada logika hitam putih. Berpendapat ekstrem bila yang
satu benar maka yang lainnya salah. Padahal itu wilayah ijtihadiyah.
Karena belum paham konsep dasar inilah yang membuat orang mudah menuduh salah
pada yang lainnya. Selain menuduh salah ditambah dengan ucapan-ucapan jelek
yang kurang mencerminkan akhlak dan etika ajaran kita.
Selain masalah penentuan tanggal, perbedaan lainnya biasanya menyangkut
jumlah rakaat tarawih, malam lailatul qadr, masalah imsakiyah,
do’a buka puasa dan lain-lain. Perbedaan memang terjadi di lapangan umat
muslim. Itulah faktanya. Tugas kita ialah menyebarkan narasi yang baik bahwa
perbedaan tersebut merupakan hal yang lumrah.
Hendaknya tidak memperkeruh keadaaan dan membuat keadaan semakin tak
tertolong. Ramadan baiknya disambut dan diisi dengan saling menghargai dan
saling mengerti satu sama lain. Inilah yang akan menjadikan Ramadan kita indah
dan bersahaja.
Ramadan ini sebetulnya merupakan pusatnya momentum kebaikan. Banyak
kebaikan yang bisa terus menerus dipancarkan setiap detiknya di bulan yang suci
ini. Salah satunya ialah momentum menghargai perbedaan. Tentunya perbedaan di
sini ialah perbedaan berdasarkan ilmu. Bukan perbedaan yang sifatnya mengada-ngada.
Karena perbedaan atas dasar ilmu patut diapresiasi bukan dijauhi ataupun
dibenci. Perbedaan atas dasar tersebut selain memperkaya khazanah pengetahuan
umat Islam juga menandakan bahwasannya di tengah-tengah kita masih banyak yang
peduli terhadap kekayaan ajaran Islam itu sendiri.
Sungguh disayangkan bila dewasa ini perbedaan disudutkan terus pada
wilayah yang negatif. Padahal perbedaan ini bisa dimaknai dengan positif. Di
zaman Rasul juga sering terjadi perbedaan pendapat. Namun tidak berdampak
negatif. Misalnya perbedaan dalam kisah dalam hadis berikut:
Dikisahkan, dari Ibnu Umar, ia berkata, "Rasulullah SAW berkata kepada kami ketika beliau kembali dari perang Ahzab, 'Janganlah salah seorang kamu salat Ashar kecuali di Bani Quraizhah'. Sebagian mereka (sahabat) memasuki salat Ashar di tengah perjalanan. Sebagian mereka berkata, 'Kami tidak akan melaksanakan salat Ashar hingga kami sampai di Bani Quraizhah'. Sebagian mereka berkata, 'Kami melaksanakan salat Ashar sebelum sampai di Bani Quraizhah'. Peristiwa itu diceritakan kepada Rasulullah SAW. Beliau SAW tidak menyalahkan satu pun dari mereka". (HR. Al-Bukhari).
Kisah itu merupakan tanda yang jelas bahwa perbedaan tidak harus
menggali lubang pertengkaran dan jurang perpecahan. Perbedaan kita jadikan
sebagai hal positif yaitu sebagai kekayaan ajaran Islam yang belum tentu
ditemukan di dalam ajaran agama lainnya. Bulan Ramadan adalah waktu yang tepat
bagi kita untuk saling menghargai perbedaan yang ada. Isilah Ramadan ini dengan
usaha sebaik-sebaiknya salah satunya dengan mempererat sesama saudara seiman.
Meskipun paham beragamanya banyak yang berbeda dengan kita.
Comments
Post a Comment