Cerita Sajadah di Penghujung Ramadan


Sekitar tahun 2017, ketika penulis masih duduk di bangku semester 1, tiba-tiba datang menghampiri penulis seorang bapak-bapak memarkirkan motornya yang kelihatannya mogok. Kejadian ini terjadi di jalan A.H. Nasution dekat kampus UIN Bandung. Dengan nada lesu, bapak tersebut menawarkan kepada penulis sebuah jam tangan. Beliau meyakinkan  penulis bahwa jam tangan tersebut masih baru, Ia menunjukkan nota pembelian yang harganya sekitar Rp.250.000.

Namun, bapak tersebut hanya menawarkan kepada penulis sekitar Rp.50.000 saja. Bapak tersebut mengatakan bahwa ia terpaksa menjualnya karena tidak ada uang buat beli bensin. Ia mau pulang ke Ciamis. Waktu itu penulis lempeung (lurus) saja karena merasa iba dan merasa ada kewajiban moral untuk membantu bapak ini. Tanpa pikir panjang,  yaudahlah,  penulis akhirnya beli jam tangan tersebut. Tak hanya itu, penulis juga belikan biskuit buat bapak penjual jam tangan itu untuk bekal dia di perjalanan.

Cerita ini tak pernah penulis ingat-ingat dan ceritakan lagi kepada siapapun. Pada saat semester 2, suatu waktu penulis berjalan menyusuri trotoar jalan Soekarno-Hatta, waktu itu pulang dari kampus 2 UIN Bandung, tiba-tiba ada seorang bapak-bapak lagi menghampiri penulis. Ceritanya mirip dengan cerita di atas. Bapak ini menawarkan jam tangan kepada penulis. Penulis waktu itu sejenak terdiam. Namun, mengingat di tangan sudah ada jam tangan juga, akhirnya penulis berusaha meyakinkan kepada bapak tadi bahwa penulis sedang tidak memerlukan jam yang ditawarkannya tersebut.

Dengan motor bebeknya, Bapak tersebut akhirnya pergi menjauhi penulis. Penulis pun berjalan kembali menyusuri trotoar. Namun penulis teringat kembali cerita bapak-bapak yang menjual jam tangan yang pertama dan kedua barusan. Dalam pikiran penulis, sempat terpikir jangan-jangan penulis wakti itu kena tipu. Pasalnya, pola bapak-bapak tersebut dalam menjual jam tangannya hampir sama. Seperti meminta belas kasihan supaya orang mau membeli jam tangannya. Tapi yasudahlah yang penting niat penulis saat itu bisa menolong beliau.

Cerita yang hampir mirip seperti kedua cerita di atas terjadi lagi untuk ketiga kalinya pada diri penulis. Namun, kali ini barang yang ingin dijualnya ialah sajadah. Saat penulis menepi sejenak di daerah Rancaekek, tiba-tiba seorang bapak-bapak menghampiri penulis menawarkan sajadah yang dibungkus plastik putih. Katanya ia tidak punya ongkos pergi ke Limbangan Garut.

“Emang habis dari mana pak?” Penulis tanya beliau.

“Bapak habis dari Cimahi, tadi dari Cimahi naik mobil ke Cibiru, dari Cibiru ke Rancaekek jalan kaki karena gak punya ongkos” Jawab si bapak.

“Ohh gitu ya...”

“Kalau masih siang mah bapak juga mau jalan kaki saja ke Limbangan, cuman kan sudah malam, hujan lagi” Lanjut si bapak menyahut.

Waktu itu kondisinya memang sedang hujan gerimis. Penulis hanya menepi sebentar untuk memakai jas hujan. Sebenarnya, dalam hati ada niat untuk membantu bapak ini. Namun, pikiran penulis sempat dihantui pengalaman membeli jam tangan yang waktu itu merasa kena tipu. Akhirnya penulis abaikan saja tawaran si bapak tadi. Intinya takut kena tipu lagi.

Saat hendak pergi, pikiran penulis berubah, kepikiran bahwa ini  di  penghujung Ramadan. Orang-orang di kota biasanya mudik ke kampung halamannya. Si bapak ini mungkin ingin mudik juga. Ingin melepas rindu bersama keluarganya di kampung halaman. Mungkin anak dan istrinya sedang menunggu kehadiran bapak ini.

“Ini berapa harganya pak?” Tanya penulis lagi.

“Harganya Rp.25.000 Sep

Tanpa pikir panjang, tanpa berpikir apakah penulis waktu itu ditipu lagi atau tidak, yang penting penulis bisa membantu bapak ini. Akhirnya penulis beli sajadah yang ditawarkan bapak tersebut. Mudah-mudahan bapak ini bisa segera bertemu keluarganya di sana. Bapak tersebut akhirnya pergi mencari sebuah bus yang menuju ke Garut. Penulis pun segera tancap gas melanjutkan perjalanan.

Di penghujung Ramadan ini, mungkin banyak orang seperti bapak tadi, untuk mudik saja belum mempunyai perbekalan yang cukup besar. Kita mungkin juga tidak pernah tahu berapa banyak orang yang membutuhkan bantuan tersebut. Akan tetapi, di penghujung Ramadan ini, tugas kita adalah membantu sesuai dengan kemampuan kita kepada orang-orang yang membutuhkannya. Siapa tahu berkah di penghujung Ramadan dapat mengalir ke dalam diri kita.

 

 

 

Comments