Umat muslim di
seluruh dunia sebentar lagi menyambut hari kemenangannya. Sesuai dengan hadis
Nabi, umat muslim yang jujur selama Ramadan, merekalah yang akan menang dengan
kemenangan yang agung. Benar, umat muslim beberapa hari lagi akan menyambut
hari raya idul fitri. Sebuah hari raya yang mengandung makna agung bagi setiap
pribadi muslim. Apalagi di negara Indonesia, idul fitri bukan semata soal ajaran
agama, namun sudah membudaya dan men-tradisi sepanjang tahunnya.
Makna idul
fitri secara bahasa berarti kembali kepada kesucian (fitrah). Nabi menyebutnya
seperti bayi yang baru lahir. Bersih dan suci jiwanya tanpa dosa sedikitpun.
Mengapa demikian? Karena mereka yang benar-benar ber-idul fitri sesungguhnya telah
digembleng jiwanya selama Ramadan. Di idul fitrilah mereka berhak berbahagia. Kebahagiaan
ini diekspresikan secara lahir dengan bersilaturahmi antarkeluarga dalam
tradisi mudik– kalau di daerah kita.
Ekspresi secara
lahir inilah yang penulis sebut sebagai lebaran. Momentum lebaran ialah
momentum sukacita umat muslim. Tak heran bila banyak orang yang mengambil
keputusan untuk berwisata setelah halal bihalal dilakukan. Setiap orang
saling menyapa dan mendo’akan dengan kalimat : minal ‘aidin wal faizin. Ini
merupakan ungkapan do’a yang biasanya diucapkan umat muslim Indonesia.
Kalimat
lengkapnya menurut Komarudin Hidayat dalam buku Agama di Tengah Kemelut yaitu “Ja’alana Allahu wa iyyakum minal ‘aidin
wal faaizin wal maqbulin” (Semoga Allah Swt menjadikan kami di
antara orang-orang yang kembali dan berbahagia serta diterima amal ibadahnya).
Hanya saja di sekitar kita kadang kalimat tersebut dipangkas jadi lebih pendek.
Dalam do’a
tersebut terdapat makna kembali kepada kefitrahan. Makna kembali di sini
menurut beliau karena dalam do’a tersebut ada logika bahwa kita telah bergerak
dari suatu tempat ke tempat yang lain. Hidup ini hakikatnya memang selalu berjalan
atau bergerak. Menurut Dante, seorang sastrawan Eropa, Kehidupan manusia
dimulai dari alam Paradiso (bahasa Arab : Firdaws) yaitu suatu
alam kebahagiaan yang penuh nikmat.
Karena manusia dalam
perjalanannya berbuat salah dan dosa, manusia bergerak lagi ke alam yang lebih
rendah dan hina, ia tenggelam dalam kemeriahan alam materi, ialah alam inferno.
Di sini manusia semakin kotor alam rohaninya. Menurut Dante, apabila
manusia ingin kembali lagi kepada alam paradiso, suatu alam kebahagiaan
, maka manusia tersebut haruslah membersihkan dirinya dari kotoran-kotoran
yang melekat dalam dirinya itu.
Alam
pembersihan dan penyucian kembali diri manusia inilah yang disebut dengan alam purgatorio.
Menurut Komarudin Hidayat, dalam Islam bulan Ramadan ialah alam purgatorio
tempat setiap umat muslim membersihkan dan menyucikan dirinya. Setelah
melewati Ramadan diharapkan setiap individu dapat kembali ke alam kebahagiaan,
yaitu alam Paradiso meminjam istilah Dante.
Ramadan
hakikatnya memang bulan pembersihan dan penyucian jiwa kita. Berlipat-lipat
kebaikan yang ada di dalamnya. Serta terbukanya dengan sangat lebar pintu-pintu
ampunan-Nya. Setiap orang yang sukses mengisi Ramadannya dengan baik, maka ia
berhak merayakan hari kemenangannya pada saat idul fitri. Kembali kepada fitrah
secara lahir dan batin. Sebagaimana harapan setiap orang Islam dalam do’a yang
selalu diucapkannya pada saat lebaran tiba.
Comments
Post a Comment