Ada Potensi Rabbani dalam Diri Manusia, Maksimalkanlah di Ramadan

 


Pembaca yang hari ini sedang shaum, penulis do’akan semoga shaum kita betul-betul memiliki nilai ibadah yang mencerminkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt. Aamiin.

Para ulama dan cendekiawan muslim telah mengungkapkan kepada kita bahwasannya manusia itu mahkluk yang istimewa. Baik dari segi proses penciptaannya, bentuknya, asal muasalnya dan potensi yang tersimpan di dalam dirinya. Akan tetapi, karena keistimewaan ini pulalah yang menjadikan manusia memiliki pertanggungjawabannya kelak di hari perhitungan.

Menurut para ulama Sunni, manusia diberi sesuatu yang dinamakan dengan istilah kasb ikhtiyar atau kemampuan untuk memilih. Beda dengan malaikat yang sudah pasti suci dan bersih. Juga beda dengan setan yang sudah pasti terkutuk dan kotor. Manusia disuruh memilih jalannya sendiri. Akan hal inilah nampaknya kita bisa memahami bahwa suatu saat nanti manusia benar-benar akan menghadapi hari persidangan yang di dalamnya mustahil ada ketidakadilan.

Keistimewaan yang dimiliki oleh manusia bisa dilihat dari aspek-aspek pelengkap manusia itu sendiri. Manusia punya ruh, jiwa dan jasad. Dalam tulisannya tentang mukasyafah dalam buku Filsafat Ilmu, Ahmad Gibson Al-Bustomi mengatakan bahwa ruh atau roh secara bahasa dari kata rih (angin). Sedangkan jiwa dalam bahasa arab disebuf nafs yang memiliki makna nafas.

Menurutnya, manusia dapat merasakan kehadiran ruh seperti ia memahami adanya angin. Tarikan nafas menunjukan adanya ruh tersebut. Ruh tercipta dari cahaya yang memiliki realitas tunggal. Adapun jasad diciptakan dari tanah yang gelap dan memiliki realitas majemuk. Sehingga cahaya dan kegelapan mana mungkin bisa bersatu. Untuk itu adanya jiwa merupakan penengah antara keduanya. Jiwa memiliki realitas terang dan gelap, juga tunggal dan majemuk. Karenanya di dalam al-Qur’an pengertian jiwa (nafs) menjadi terbagi-bagi lagi.

Terkait penjelasan mengenai jiwa,  Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa ada jiwa yang berkecenderungan pada sifat Ketuhanan (Rabbani) dan ada jiwa yang berkecenderungan pada sifat kesetanan (Syaythoni). Kedua sifat tersebut berada dalam diri manusia. Keduanya saling tarik menarik. Potensi Rabbani  akan menarik seseorang mendekat kepada Tuhan sedangkan potensi Syaythoni akan menarik seseorang pada materi.

Bila jiwa seseorang didominasi oleh sifat Rabbani, otomatis orang tersebut akan lebih banyak melakukan berbagai kebaikan sesuai dengan yang diperintahkan. Akan tetapi, bila jiwa seseorang tersebut didominasi oleh sifat syaythoni, maka yang ada ialah kejahatan dan keburukan yang akan mereka perbuat. Inilah salah satu keistimewaan manusia dibanding malaikat dan setan.

Sesuai dengan ajaran Islam, kita sebagai umat beragama dianjurkan untuk memunculkan jiwa rabbani yang ada di dalam diri kita. Dalam bahasa al-Qur’an dinamakan jiwa yang tenang (nafs al-muthma’innah). Juga sebaliknya meredam dan menahan diri untuk tidak mengeluarkan jiwa kesetanan sebagaimana yang telah diterangkan oleh Imam Al-Ghazali di atas.

Di bulan yang penuh keberkahan ini, bulan penuh pengampunan, saatnya kita memaksimalkan potensi rabbani yang ada di dalam diri kita. Dengan cara inilah, diri kita akan senantiasa mendekat kepada Tuhan. Diri kita yang akan menjadi tenang, teduh dan penuh kebahagiaan. Kita berusaha dan berdo’a agar diri kita tidak didominasi oleh jiwa yang buruk, jiwa yang menarik diri kita pada kehinaan, kegelapan dan kenestapaan.

 

Comments